Senin, 14 Maret 2011

Implementasi Drama Turgi



Senin 14 Maret 2011 kemaren saya terkejut dengan sebuah artikel dari buah Koran “Pikiran Rakyat “ yang berisi dengan stigma terhadap perempuan dan musik “Hardcore”. Artikel ini berisi tentang sebuah keserasian antara musik dengan musisinya, dimana musik menjadi media untuk berkreasi. Tetapi terkadang dari kita jika kita mendengar musik “Hardcore” belum mendengarkan kita sudah menolak terlebih dahulu karena dianggap sebagai musik yang Amburadul dan tidak beritme. Tidak hanya itu kita juga menilai bahwa orang-orang yang berkecimpung dalam dunia ini merupakan orang yang tidak ber-Tuhan (atheis). Stigma tersebut memang tidak pernah terbukti karena kebanyakan masyarakat menilai dari fenomena para anak punk, skinhead, narkoba, minuman keras dan seks bebas.

Di Bandung terdapat sebuah daerah yang bernama “Ujungberung” wilayah ini merupakan "wadah" dan pusat para musisi dan pecinta musik“Underground”. Dalam artikel tersebut juga membahas hal yang tidak normal/ Lazim yaitu tentang kecintaan seorang wanita Berjilbab yang -

menjadi vokalis salah satu band “hardcore”, menariknya adalah wanita tersebut berjilbab dan mempunyai pekerjaan lain yaitu Seorang “Guru TK “. Jika dibayangkan memang agak sulit seorang guru TK dan berjilbab mengeluarkab suara-suara keras menyeramkan tetapi hal ini memang terjadi. Sesuatu yang sangat langka wanita itu bernama Achie dia adalah vokalis band metal yang bernama GUGAT yang terdiri dari Achie (vocal), imam (drum), Okid (Vokal), Oce (gitar), dan Bayu (Bas).

Achie merupakan salah satu orang yang sangat langka dan berani menembus nilai-nilai yang berada dalam masyarakat, dia mempunyai sisi idealisme dan mampu mengimplementasikan sebuah teori social yang disebut dengan Teori Drama turgi. Teori ini adalah diamana kemampuan seseorang untuk memiliki beberapa karakter baiki secara front stage dan back stage. Layaknya seorang Aktor dan Aktris jika berada didepan panggung (Front stage) dia harus memiliki kemampuan untuk menjadi orang lain atau sebuah karakter yang berbeda. Sedangakan back stage ini merupakan karakter asli dari diri kita yang tidak bisa kita sembunyikan.

Jika kita kritis terhadap terhdap diri kita sendiri kita ini hidup dalam Front stage ataukah back stage karena terkadang dunia Frontstage kita terbawa dalam dunia Back Stage kita. Kita harus mengerti bahwa “Dengan konsep dramaturgis dan permainan peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasana-suasana dan kondisi interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri. Munculnya pemaknaan ini sangat tergantung pada latar belakang sosial masyarakat itu sendiri. Terbentuklah kemudian masyarakat yang mampu beradaptasi dengan berbagai suasana dan corak kehidupan. Masyarakat yang tinggal dalam komunitas heterogen perkotaan, menciptakan panggung-panggung sendiri yang membuatnya bisa tampil sebagai komunitas yang bisa bertahan hidup dengan keheterogenannya. Begitu juga dengan masyarakat homogen pedesaan, menciptakan panggung-panggung sendiri melalui interaksinya, yang terkadang justru membentuk proteksi sendiri dengan komunitas lainnya.” (http://meiliemma.wordpress.com/2008/01/27/dramaturgi/).

Manusia seharusnya memiliki karakter pribadi yang harus selalu dipunyainya sebagai “Brand Identity” (dalam dunia marketing) karena itu mewakili personal kita, dan kita harus memiliki kemampuan untuk menjalani karakter lain agar menjadi pelengkap dari karakter asli. Jangan menghilangkan karakter asli kita karena itu merupakan identitas kita jadikanlah karakter “Front Stage” itu menjadi pelengkap untuk mengindahkan karakter asli kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar